Tanggapan Liputan 9 Untuk Pernyataan Resmi Divisi Humas Polri


554

Pada hari Minggu, 16 Agustus 2015, Divisi Humas Polri mengeluarkan pernyataan resmi untuk menanggapi aksi penghadangan konvoi moge yang dilakukan oleh seorang pesepeda di Yogyakarta. Berikut ini tanggapan resmi Liputan 9 dalam menyikapi pernyataan tersebut.

  • Bagian judul terdapat kekurangan huruf “N” pada kata “KESELAMATANYA”. Kata yang baku adalah “KESELAMATANNYA”, kata dasar “selamat” dengan awalan “ke” dan akhiran “nya”. Pengabaian koreksi atas kata ini, setelah pernyataan tersebut disunting sangat menyedihkan hati kami.
  • “Abaikan Keselamatan” juga bukan pilihan angle yang baik untuk menanggapi aksi penghadangan tersebut.
    the dark knight
    Apakah Batman memikirkan keselamatannya saat ingin menolong kota Gotham beserta warganya?
    Apakah Spiderman memikirkan keselamatannya saat menyelamatkan kekasih atau warga New York lainnya?
    Apakah Jendral Soedirman memikirkan keselamatannya saat memimpin pertempuran di Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949?

    Mengabaikan keselamatan demi kepentingan orang yang lebih banyak adalah sesuatu yang heroik. Pilihan angle ini justru membuat Polri menggali kuburannya sendiri.

  • Pernyataan tersebut sempat menggunakan Pasal 134 UU Nomor 22 Tahun 2009 dan menyoroti poin G. Sayangnya, Polri mengabaikan undang-undang lain seperti penggunaan rotator dan sirine serta larangan pemasangan lampu isyarat pada kendaraan bermotor.
    Screen Shot 2015-08-18 at 5.42.48 PM
    Ini menjadi senjata makan tuan karena pada bagian penjelasan tidak menyebutkan konvoi moge atau konvoi sipil lainnya, menyebabkan Polri jadi bulan-bulanan netizen dengan istilah #SavePointG.
  • Kemudian Humas Polri menggunakan dalih “Diskresi Kepolisian”, di mana pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Sayangnya, sekali lagi, Humas Polri mengabaikan prinsip-prinsip dalam melakukan tindakan. Menurut Jerome Herbert Skolnick, ada dua prinsip yang harus dipertimbangkan:
    1. Prinsip moral, bahwa konsepsi moral akan memberikan kelonggaran kepada seseorang, sekalipun ia sudah melakukan kejahatan.
    2. Prinsip kelembagaan, bahwa tujuan istitusional dari polisi akan lebih terjamin apabila hukum itu tidak dijalankan dengan kaku sehingga menimbulkan rasa tidak suka dikalangan warga negara biasa yang patuh pada hukum.
  • Pernyataan tersebut ditutup dengan pertanyaan “Sudah fahamkah Mitra Humas?”. Sebuah pertanyaan yang seolah-olah memvonis bahwa masyarakat tidak mengerti hukum. Faktanya justru Humas Polri yang kurang menguasainya karena telah menyunting pernyataan serta mengabaikan undang-undang dan kepentingan orang banyak.

Nah sudah fahamkah Mitra Liputan 9? Jangan ditiru ya pernyataan reaktif ini. Lain kali, pastikan Anda sudah mempertimbangkan seluruh aspek sebelum mengeluarkan pernyataan yang sifatnya resmi.

Merdeka!


Like it? Share with your friends!

554
JeDi

You think water moves fast? You should see ice. It moves like it has a mind. Like it knows it killed the world once and got a taste for murder.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *